Thursday 28 June 2012

Ketika Kinerja KPK Buat Gubernur Riau Ketakutan


Ketakutan Gubernur Riau, Rusli Zaenal disinyalir terus meningkat seiring aktifnya kinerja penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengungkap kasus suap pembahasan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 mengenai penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Riau.
Hal itu terbukti dari pernyataan Rusli selaku Ketua PB PON 2012 saat menggelar jumpa pers launching 'theme song' PON 2012 di Bloeming, FX Mall, Jakarta, Kamis (10/5/2012) lalu.
Menurutnya, pemeriksaan atas beberapa pejabat Riau termasuk dirinya oleh KPK terkait kasus korupsi pembangunan venue Pekan Olah Raga Nasional (PON) Riau 2012 mengganggu persiapan multi-event terbesar di Indonesia tersebut yang akan digelar 6-20 September mendatang.
Dijelaskan dia, dengan adanya pemeriksaan tersebut maka ada rasa was-was dan ragu-ragu di dalam pengambilan keputusan, karena tidak ingin membuat kesalahan.
"Saat ini kami dalam kondisi sangat kritis. Karena dengan sisa waktu yang sangat sedikit, kami harus menyelesaikan persiapan venue, akomodasi, transportasi hingga anggaran. Di sisi lain ada proses hukum yang harus ditaati, ini yang membuat gelisah banyak pihak, bahwa mereka takut berbuat kesalahan," ujar Rusli.
Di sisi lain, pihak KPK melalui Juru Bicaranya, Johan Budi mengatakan ketakutan Rusli sungguh tidak beralasan. Pasalnya, lanjut Johan pihaknya sama sekali tidak mengganggu proses persiapan maupun pengajuan anggaran yang tengah dilakukan oleh para pihak penyelenggara PON tersebut.
"Jadi seharusnya, jangan khawatir soal itu, karena kami menindak terkait penerimaan uang (suap) saat pembahasan Perda bukan proses pembahasan perda," ujar Johan saat dikonfirmasi wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Senin (21/5/2012).
Seperti diketahui, pada kasus PON Riau ini, KPK telah menetapkan dua pejabat lagi sebagai tersangka kasus dugaan suap PON Riau. Mereka yakni mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Riau Lukman Abbas dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau, Taufan Andoso Yakin.
     
Sementara dari informasi yang dihimpun Tribunnews.com, pada kasus ini, KPK tidak hanya menelusuri suap pembahasan Perda Nomor 6/2010 Riau saja, namun selaras dengan itu, KPK juga tengah menelusuri dugaan suap pada pembahasan Perda Nomor 5 Tahun 2008 tentang pengikatan anggaran pembangunan main stadium.
Rusli sendiri dalam hal ini telah dicegah bepergian ke luar negeri oleh Ditjen Imigrasi Kemenkumham sesuai permohonan penyidik KPK.

Kasus Suap PON Riau, KPK Periksa 3 Pegawai Adhi Karya


 Penyidik KPK memanggil tiga pegawai PT Adhi Karya. Mereka diperiksa terkait dugaan suap perubahan Peraturan Daerah (Perda) provinsi Riau nomor 6 tahun 2010 tentang dana anggaran pembangunan venue menembak untuk PON XVIII di Provinsi Riau.

Ketiga pegawai tersebut bernama Hafiz Bambang Pamungkas, M Arief Taufiqurahman dan Anis Anjani.

"Ketiganya diperiksa untuk pengembangan penyidikan," ujar Kabag Pemberitaan dan Informasi, Priharsa Nugraha, ketika dihubungi, Senin (25/6/2012).

KPK sebelumnya juga pernah memeriksa Kepala Divisi Konstruksi III PT Adhi Karya, Adji Satmoko. Pada kasus ini, KPK pernah pula menggeledah kantor PT Adhi Karya Divisi Medan.

KPK menetapkan enam tersangka dalam kasus suap ini. Mereka yakni mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau Lukman Abbas dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau Taufan Andoso Yakin.

Dua anggota DPRD Riau yakni Muhammad Faisal Aswan dan Muhammad Dunir juga jadi tersangka bersama mantan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Dinas Pemuda dan Olahraga Riau Eka Darma Putra dan staf PT Pembangunan Perumahan Rahmat Syahputra.

KPK tengah mulai menelusuri ke pihak konsorsium pembangun venue PON 2012 terkait suap DPRD Riau. Pembangunan fasilitas PON tersebut dilakukan melalui konsorsium beberapa perusahaan antara lain PT Pembangunan Perumahan, PT Wijaya Karya dan PT Adhi Karya.

Kabarnya, konsorsium perusahaan itu patungan untuk memberi fee pelicin kepada pihak DPRD. Nilai kontrak proyek tersebut sekitar Rp 832,4 miliar dengan masa pengerjaan selama 787 hari kalender dari 2009 sampai 2011. Alokasi anggaran ini ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008.

Belakangan, pembangunan fasilitas PON di kawasan Panam, Pekanbaru, tersebut mangkrak akibat kekurangan dana. Pada akhir tahun anggaran 2011, pihak pelaksana, termasuk Dispora Riau selaku pemegang anggaran, mengklaim kekurangan dana pembangunan stadion sekitar Rp 200 miliar. Para pihak itu kemudian meminta bantuan DPRD agar meloloskan penambahan dana pembangunan PON 2012 Riau mencapai ratusan miliar rupiah.

Dalam Perda No 5/2008, DPRD Riau telah menyetujui anggaran tahun genap untuk stadion utama PON sebesar Rp 900 miliar. Ketika perda ini berakhir tahun 2011, rupanya pembangunan stadion utama untuk pembukaan dan penutupan PON pada 9 September 2012 ini belum juga rampung.

Karenanya, Pemprov Riau dan pihak DPRD Riau sempat berniat untuk membahas bersama merevisi kembali perda tersebut. Kabarnya akan ada penambahan dana hingga mencapai Rp 1,13 triliun. Hanya saja ketika masalah ini akan digodok, KPK sudah terlebih dahulu menangkap anggota DPRD Riau dalam kasus suap venue menembak.

No comments:

Post a Comment